Produk industri hasil tembakau secara terus-menerus memperluas pasarnya ke luar negeri. Dalam hal ini industri hasil tembakau berperan memperkuat daya saing yang kompetitif di tingkat global, memberikan kontribusi positif bagi surplus neraca perdagangan luar negeri, dan bahan baku yang digunakan bersumber dari dalam negeri.
Memperluas pasar terus-menerus tentu saja menghadapi hambatan dari sesama kompetitor maupun kebijakan pemerintah asing. Salah satunya adalah kebijakan proteksi. Sejumlah pemerintah seperti AS dan Brazil menetapkan larangan impor kretek, juga disusul pemerintah Australia yang mengeluarkan kebijakan Plain Tobacco Packaging. Disusul lagi dengan bakal direalisasikan kebijakan pemerintah Selandia Baru yang melarang masuknya kretek.
Selain penghasil rokok kretek terbesar di dunia, industri rokok Indonesia juga merupakan industri yang kompetitif, sehingga menjadi salah satu komoditas yang ditujukan untuk ekspor. Bahkan, menurut AMTI, realitas dalam lapisan konsumen rokok di AS justru sebanyak 99 persen mereka menyerap produk rokok kretek dari Indonesia, karena menurut mereka kualitas komoditas kretek ini dinilai baik.
Pada akhir 2010, Kementerian Perdagangan mengungkapkan, nilai ekspor produk industri rokok Indonesia mencapai 400 juta dollar AS atau Rp 3,6 triliun. Dari total nilai ekspor ini, paling banyak ditujukan ke Kamboja dengan nilainya lebih dari 150 juta dollar AS per tahun. Gappri memperkirakan, ekspor rokok keretek Indonesia mencapai US$ 500 juta atau sekitar Rp 4,26 triliun setahun.
Industri rokok tidak hanya memproduksi kretek, namun juga rokok putih, cerutu, dan jenis rokok lainnya. Produk-produk sigaret selain kretek ini mempunyai pasar ekspor ke banyak negeri seperti Kamboja, Thailand, Turki, Malaysia, Singapura, Jepang, serta beberapa negeri di Timur Tengah.
Berdasarkan data yang dikeluarkan Pusdatin, nilai ekspor atas beberapa jenis rokok cenderung meningkat selama 2008-2011. Jenis rokok lain yang mengandung tembakau (other cigarettes containing tobacco) menunjukkan peningkatan yang berlanjut dari tahun ke tahun bukan saja nilainya, namun juga volume ekspornya.
Dari segi harga rokok, juga mengalami peningkatan sebagaimana tercermin dari nilainya yang melonjak kendati volume ekspornya justru lebih sedikit atau turun. Rokok kretek kian meningkat permintaan ekspor. Selain itu, juga diminati konsumen di Belanda, dengan transaksi impornya sampai Juni 2010, mencapai 312.000 batang atau 6,814 juta dollar AS.
Ekspor rokok tidak hanya berasal dari beberapa kota di Jawa Timur dan Jawa Tengah saja, namun juga dari Sumatera Utara (Sumut). Sampai sekarang, komoditas rokok putih produksi di Sumut masih tetap menunjukkan peningkatan dalam dua tahun terakhir, sebagaimana yang diekspor melalui terminal peti kemas Belawan International Container Terminal (BICT). Tahun 2011, volume ekspor rokok putih mencapai 51.635 ton, naik 16,81 persen dibanding tahun 2010 yang berjumlah 44.201 ton.
Sumber foto: Flickr