Pembangunan pabrik semen milik PT Semen Indonesia yang berlokasi di Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang, hingga saat ini masih menuai penolakan dan protes dari masyarakat (petani) setempat dan sekitarnya.
Pada awalnya masyarakat tidak mengetahui rencana pendirian pabrik hingga alat-alat berat masuk di lokasi rencana tapak pabrik semen. Masyarakat setempat dan sekitar rencana pabrik tidak pernah dilibatkan secara sungguh-sungguh.
Pihak pabrik semen selalu membantah hal tersebut dengan menunjukkan bukti dengan selembar kertas tanpa didukung fakta lapangan yang sebenarnya. Termasuk data-data yang menjadi dasar pendirian pabrik semen. Pembohongan dan manipulasi data dan fakta berikut dampak (sosial, ekonomi dan ekologi) yang sudah mulai dirasakan seperti konflik antar antar warga, kerusakan lingkungan dan ancaman krisis air, menjadikan masyarakat terus berjuang untuk membuktikan ketidakjujuran pabrik semen. Warga petani di sekitar selalu menjadi korban dari dampak buruk berdirinya pabrik semen.
Pelanggaran kuat yang dilakukan pabrik semen terutama pada Perda Tata Ruang Wilayah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011 dan Keppres Nomor 26 Tahun 2011 tentang Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Lindung Geologi dan menjelaskan bahwa kawasan lindung geologi tidak untuk pertambangan.
Agar proses pembangunan pabrik semen berjalan lancar, PT Semen Indonesia mencari lahan pengganti atau tukar guling. Namun dalam proses ini pihak pabrik semen juga melakukan pelanggaran.
Masyarakat menemukan fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa tukar guling lahan jelas bertentangan dan tidak sesuai dengan Permen Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.32/Menhut –II /2010 tentang Tukar-menukar Kawasan Hutan, di antaranya:
Lahan hutan yang dikonversi untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan, diperuntukkan bagi kepentingan umum terbatas, yaitu kepentingan masyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dan tujuan penggunaannya tidak untuk mencari keuntungan (Pasal 1 Ayat 7, ditegaskan kembali dalam Pasal 4 Ayat 2b dan Pasal 4 Ayat 3). Fakta yang terjadi bertolak belakang. Kegiatan di luar kehutanan yang dilakukan justru bukan untuk kepentingan umum terbatas, tapi untuk mencari keuntungan.
Lahan yang dipersiapkan sebagai pengganti, tidak boleh dalam sengketa dan bebas dari segala jenis pembebanan dan hak tanggungan (Pasal 2 Ayat 2a, Pasal 5 Ayat 3, dan Pasal 6 poin e). Fakta yang ditemukan, lahan yang telah dipersiapkan sebagai pengganti terletak di Desa Surokonto Wetan, Kecamatan Pageruyung, Kabupaten Kendal sejak tahun 1972 telah ditetapkan sebagai HGU untuk lahan perkebunan dan pertanian.
Melihat fakta di atas, seharusnya pabrik semen dan penambangan batu kapur tidak boleh berdiri di kawasan CAT yang sudah jelas menjadi kawasan yang dilindungi. Selain itu, demi hukum dan kesinambungan kehidupan, maka proses tukar guling yang dipaksakan ini juga harus dihentikan.[S]
Sumber gambar: JMPPK