Praktik perbudakan masih banyak terjadi dalam bisnis perikanan di Indonesia. Tepat di Hari HAM Internasional (10/12), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No.35 Tahun 2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia pada Usaha Perikanan.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyambut baik upaya Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang mencerminkan komitmen besar konstitusi menjamin soal HAM. Permen ini merupakan aturan pertama yang diterbitkan oleh pemerintah untuk perlindungan HAM di bidang perikanan, terutama bagi kelompok masyarakat yang sulit mendapatkan akses terhadap keadilan, seperti nelayan dan ABK (anak buah kapal).
Menteri Kelautan menyebutkan, 5 ABK Indonesia mati setiap hari di offshore Angola. Jumlah ABK Indonesia yang bekerja di luar negeri tercatat sebanyak 400.000, setengahnya tidak terpantau. Sementara dari data Organisasi Migrasi Internasional (IOM), di Indonesia sejak Maret 2005 hingga Desember 2014, terdapat 778 korban perdagangan manusia pada usaha perikanan di Indonesia. Jumlahnya bertambah lebih dari 100% saat kasus Benjina dengan 682 korban dan Ambon dengan 373 korban yang terungkap. Membuka mata dunia bahwa usaha perikanan sangat rentan terhadap munculnya berbagai pelanggaran HAM.
Susi mempertanyakan pembangunan yang sedang digadang pemerintah. Apa artinya pembangunan jika manusianya masih hidup tidak layak? Ia prihatin dan mengecam keras pelanggaran HAM yang terjadi di sektor yang kini menjadi tanggung jawabnya. Baginya, pembangunan Indonesia tak boleh membuang hak asasi yang melekat dalam diri seorang manusia.
Langkah Susi kali ini menjadi hal yang positif di tengah kekecewaan publik kepada para pejabat yang hanya ingat soal saham tapi lalai pada pelanggaran HAM. Yang menyakitkan, Wakil Presiden baru-baru ini menyatakan mendukung perpanjangan kontrak Freeport, desakan nasionalisasi rontok oleh kepentingan korporasi.[B]
Sumber gambar: Pixabay