Hasil Laut

Impor Garam Menyengsarakan

tambak garam

Kemarau panjang tahun ini produksi garam nasional sedang bagus. Panen raya garam berlangsung sepanjang bulan Agustus—September. Target produksi tahun 2015 yang dipatok pemerintah sebesar 2,5 juta ton pun terpenuhi.

Produksi sebesar itu ternyata tidak diserap oleh pasar, khususnya oleh dunia industri pangan dan farmasi. Padahal, kebutuhan garam Indonesia mencapai 3,5 juta ton per tahun, terdiri dari 1,5 juta ton garam konsumsi rumah tangga dan 2 juta ton garam untuk industri.

Industri lebih memilih menggunakan garam impor. Alasannya, kualitas garam impor belum dapat dicapai oleh garam lokal. Garam untuk industri pangan harus memiliki kandungan NaCl di atas 94%, sedangkan untuk industri farmasi kandungan NaCl harus di atas 97%. Sementara rata-rata NaCL garam lokal baru 92%.

Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jawa Timur, Muhammad Hasan, mengatakan sebenarnya kadar NaCl garam lokal bisa saja ditingkatkan dengan bantuan teknologi. Namun, petani garam tidak mampu membeli teknologi tersebut karena sangat mahal. Sedangkan pemerintah tidak membantu petani kecil untuk meningkatkan kualitas garam lokal.

Dengan alasan kualitas ini, garam yang dihasilkan petani hanya dihargai Rp375—450/kg oleh bandar/pengumpul/tengkulak garam. Padahal, PT Garam Persero telah menetapkan harga pokok pembelian (HPP) garam petani Rp750 untuk kualitas nomor satu dan Rp550 untuk kualitas nomor dua.

“Gara-gara ini, kehidupan petani garam tetap di bawah garis kemiskinan,” kata Muhammad Hasan. Akhirnya, daripada merugi terus, banyak tambak garam dijual.

Kondisi petani tambak garam semakin memprihatinkan ketika pemerintah menjalankan kebijakan impor garam. “Sekarang banyak impor garam masuk saat panen raya. Kemarin saya ke Surabaya ada garam impor masuk, padahal pas panen,” tutur Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti seusai kunjungan kerja ke petani garam (12/9/2015).

Ada regulasi Kementerian Perdagangan yang melarang impor garam sejak 1 bulan sebelum dan 2 bulan sesudah panen garam lokal. Namun, Kemendag tidak tegas melarang impor garam pada masa panen. Kemendag tidak menegakkan aturan yang dibuatnya sendiri ketika ada importir nakal.

Harga jual di bawah HPP dan ketidaktegasan Kemendag dalam kebijakan impor garam sangat memberatkan petani. Panen raya ternyata tidak meningkatkan penghasilan dan taraf hidup petani garam. Pemerintah harus segera memberi akses teknologi agar kualitas garam lokal makin baik dan tidak perlu lagi impor garam. (I)

Sumber gambar: wikipedia

Tentang Penulis

Membunuh Indonesia

Membunuh Indonesia

Redaksi Membunuh Indonesia mengumpulkan, mengarsipkan, dan memproduksi konten berupa artikel, dokumen, kajian ilmiah, dan sebagainya yang berkaitan dengan topik-topik ancaman kedaulatan ekonomi politik nasional.

Tinggalkan komentar