Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) segera bergulir akhir tahun 2015. Kualitas produk dan keterampilan tenaga kerja menentukan daya saing suatu negara. Indonesia mengandalkan dua sektor, yakni perikanan dan pertanian. MEA mengintegrasikan kedua sektor tersebut ke dalam sektor pangan.
Indonesia belum siap menghadapi MEA 2015. Riza Damanik, Direktur Indonesia for Global Justice (IGJ) menilai MEA 2015 bisa menjadi ancaman serius mengingat kegagalan negara melindungi petani dan nelayan. Potensi perikanan yang begitu besar belum mampu dimanfaatkan secara maksimal.
Indonesia kehilangan banyak nilai ekonomis dari sektor perikanan. Aswadi Munir, Senator Junior Chamber International (JCI) Senate ASEAN menyebutkan, banyak ikan-ikan hasil tangkapan nelayan Indonesia malah menguntungkan negara tetangga seperti Thailand dan Filipina.
Berdasarkan pengamatan Aswadi, ternyata 80% ikan yang berlabuh di Satun dan Kuantan (Thailand) berasal dari Indonesia. Pengusaha Thailand yang menentukan harga beli. Nelayan asal Indonesia dimanfaatkan pengusaha perikanan asal Thailand untuk menangkap ikan dari wilayah perairan Indonesia.
“Nelayan tidak punya pilihan karena demand dalam negeri tidak tinggi. Ada cost-nya kalau dibawa ke daratan. Jadi mereka berpikir lebih baik setelah ditangkap langsung berpindah ke storage kapal milik Thailand. Ini juga dipraktikkan oleh Filipina dan Taiwan,” ujar Aswadi.
Aswadi mengatakan, pemerintah sulit mencegah, karena para pengusaha Thailand ini bisa dibilang tidak melakukan ilegal fishing melainkan seperti melakukan kerja sama dengan nelayan. Para pengusaha Thailand menggalang hingga ratusan kapal nelayan asal Indonesia untuk menyuplai ikan. Ironisnya, nelayan kita terpaksa menjual hasil tangkapannya kepada pengusaha Thailand karena menjanjikan kepastian pasar. Para pengusaha Thailand terhindar dari ilegal fishing.
Kegagalan melindungi petani dan nelayan menjadi ancaman serius bangsa menghadapi MEA 2015. Diperlukan strategi baru perlindungan petani dan nelayan Indonesia.
Sumber gambar: wikipedia